jejak tulisan si kaki kecil

Cerpen Setelah Para Tetua Pergi, Tuhan atau Leluhur?

Konten [Tampil]
Cerpen Setelah Para Tetua Pergi menjadi pilihanku dalam tugas menulis opini. Sejujurnya aku bukan orang yang pandai dalam dunia tulis menulis apalagi fiksi. Perasaan takut tentunya ada, apalagi tulisan ini dibuat oleh senior yang telah terjun lama di dalam dunia penulisan dibandingkan aku.

Setelah menimbang dan membaca kedua cerpen yang disuguhkan, aku pun lebih memilih cerpen ini. Cerpen satunya yang mengangkat sejarah, lebih memeras otak dan bikin aku menyerah setelah membacanya sekali.

Cerpen Setelah Para Tetua Pergi

Setelah Para Tetua Pergi adalah cerpen yang ditulis oleh Achmad Ikhtiar. Cerpen ini terbit pada tanggal 15 Juli 2021 dengan label lakon di blog ngodop.

Sinopsis Setelah Para Tetua Pergi

Menceritakan tentang sebuah organisasi yang berada di dalam sebuah rumah. Adanya sebuah peristiwa membuat terjadi perkumpulan dalam organisasi tersebut. Sayangnya ada seorang laki-laki berwajah jenaka dan bertubuh tambun yang menolak permintaan para tetua. Penolakan tersebut menjadi tanda jika semua sudah berakhir. Para tetua pun mengatakan permintaan terakhirnya untuk menanggalkan pakaian yang sudah digunakan ribuan tahun. Lalu pulang, memeluk anak-anak, merawat tanaman, dan memperbanyak memuji nama-Nya.

Review

Berdasarkan materi unsur dalam cerpen minggu lalu, Setelah Para Tetua Pergi menggunakan aliran plot untuk menggerakan cerita.

1. Perkenalan Karakter dan Problem

Cerpen ini dimulai dari seorang laki-laki jenaka yang memiliki badan tambun. Laki-laki inilah yang memicu masalah pada awalnya karena menolak cerutu yang ditawarkan oleh tokoh "kami". Penolakan tersebut membuat para tetua dan kami berbisik-bisik karena seharusnya tak ada yang boleh menolak permintaan para tetua.

2. Puncak Problem/Klimaks

Penolakan tawaran cerutu dan anggur masih dianggap angin lalu oleh para tetua. Sayangnya dari pemicu kecil timbul pemicu baru yang membuat para tetua murka. Menyebut nama Tuhan dalam rumah tersebut adalah larangan dari awal. Para tetua menganggap tak sopan menyebut-Nya di ruangan yang penuh dosa ini.

3. Penyelesaian

Pemicu-pemicu tersebut membuat para tetua memutuskan untuk pergi. Meminta para anggota organisasi untuk menanggalkan baju yang sudah dikenalan sejak ribuan tahun. Kembali ke rumah untuk memeluk anak-anaknya, memelihara pohon, dan memperbanyak memuji nama-Nya. Kepergian para tetua itu membuat rumah tersebut semakin nyaman untuk dihuni.

Pelajaran yang Diambil

Cerita yang cukup sederhana tertuang dalam cerpen ini tetapi memiliki banyak makna yang bisa diambil.

1. Dahulukan Tuhan

Cerita ini mengajarkan kita untuk mendahulukan kewajiban kita pada Tuhan dibandingkan manusia. Tanpa sadar kita sering kali menyepelekan panggilan Tuhan karena manusia. Dari yang awalnya pengecualian kecil membuat kita terbiasa mengabaikan apa yang sebenarnya Tuhan inginkan dari diri kita. Padahal dibandingkan para raja, Tuhan adalah Rajanya sang raja-raja di dunia. Sehingga kita perlu mendahulukan Tuhan dibandingkan manusia apalagi dalam urusan ibadah.

2. Tetua Tak Selalu Benar

Pernah nggak si mendengar peraturan, "Peraturan pertama senior selalu benar. Peraturan kedua, jika senior salah maka kembali ke peraturan pertama." Padahal nggak semua apa yang dikatakan senior atau tetua dalam cerita ini selalu benar. Jadi tak selamanya kita harus patuh dan tunduk pada perintah senior. Bahkan istri boleh menolak perintah suami atau anak pun boleh menolak perintah orang tua, bukan mereka mau durhaka dan dicap pendosa selama apa yang ditolak bertentangan dengan ajaran Tuhan.

3. Menyalahi Takdir

Adanya cerita tentang mencoba mengatur jumlah penghuni rumah seolah menyalahi takdir Tuhan. Kita boleh mengatur tetapi jika sampai mencoba mengurangi dengan cara membunuh, bukankah itu menyalahi takdir dan merampas hak orang lain?

Seperti bumi yang semakin sesak dengan pertumbuhan penduduk yang tak terkendali, kita hanya bisa mengatur untuk menahan pertumbuhan penduduk. Bukan malah membunuh manusia-manusia yang tak berdosa. Jika peraturan tersebut diterapkan tentu manusia akan berebut untuk saling membunuh dengan dalih mempertahankan hidup.

Penutup

Setelah Para Tetua Pergi seolah menggambarkan keresahan penulis pada dunia saat ini. Semakin banyaknya manusia yang hidup di bumi dan kekhawatiran tidak akan memenuhi kebutuhan manusia. Tak jarang ada pikiran untuk memusnahkan sebagian manusia agar hidup lebih nyaman.

Selain itu, cerpen Setelah Para Tetua Pergi juga mengangkat tentang manusia yang sering kali terlalu patuh pada leluhur. Padahal kita perlu melihat apakah apa yang diminta leluhur sesuai dengan ajaran Tuhan atau malah menyimpang. Cerpen yang sederhana tetapi memiliki banyak pesan tentang keresahan yang sesuai dengan kondisi saat ini.
Zakia Widayanti
Seorang yang mengaku introver dan menjadikan tulisan sebagai jalan ninja agar tetap waras. Tulisan adalah caraku menyampaikan keresahan dan kegelisahan. Terkadang semakin banyak menulis bisa jadi tanda jika aku sedang galau atau sedih atau mungkin banyak deadline :)

Related Posts

Posting Komentar